Monday, December 26, 2011

Jalan-Jalan ke Singapura


Sebenernya ini pengalamanku setahun yang lalu, tepatnya pada tanggal 6-7 November 2010. Aku dan teman-teman sekantor berkesempatan jalan-jalan ke Singapura. Something I've never imagined before.

Berangkat dari kantor BNI Kediri tanggal 6 November jam setengah satu pagi dan nyampe bandara internasional Juanda Surabaya sekitar jam 3. It was early morning still, sementara pesawat kami dijadwalkan take off jam 6 pagi. Sebenernya masih ngantuk, tapi karena terlalu excited kami jadi betah melebarkan mata selama berada disana. Tepat jam 6 WIB, pesawat China Airlines yang membawa kami perlahan mulai terbang meninggalkan landasan.

Pesawat landing di Changi International Airport Singapore sekitar jam 9. Aku kagum melihat penataan bandara ini, dengan eskalator datar dan karpet-karpet merah serta taman-taman kecil yang cantik. Nggak lama kemudian rombongan kami dibagi menjadi dua grup: A dan B. Aku ikut rombongan grup A. Kedua bus segera membawa kami mengelilingi Singapura, sebuah negara kecil tetangga Indonesia dan Malaysia yang letaknya berdekatan dengan pulau Batam.


Pemberhentian pertama kami adalah Singapore Flyer, sebuah bianglala raksasa berbentuk kapsul-kapsul besar yang berputar searah jarum jam. Sayangnya kami nggak sempat masuk kedalam, hanya berfoto-foto di halaman luar (padahal aku pengen banget masuk untuk menikmati pemandangan 3 negara yaitu Singapura, Indonesia, dan Malaysia). Selanjutnya kami masuk kembali ke bus untuk berangkat menuju Merlion Park, tempat dimana terdapat patung Merlion, lambang negara Singapura berbentuk ikan berkepala singa. Sekitar satu jam kami disana menikmati pemandangan Marina Bay dan tentunya nggak melewatkan sesi berfoto bersama.

Perjalanan selanjutnya, kami menuju ke Orchard Road, sebuah kawasan elit paling terkenal di Singapura. Setelah menikmati santap siang di sebuah resto Indonesia di kawasan dekat Orchard Road, kami bebas berjalan-jalan keluar masuk pusat perbelanjaan. Saat itu sedang ada perayaan, aku lupa namanya, yang jelas jalanan disana bernuansa ungu, matching sama warna bajuku. Hehe.. Waktu dua jam rasanya kurang cukup bagi kami, tapi gimana lagi, kami harus melanjutkan perjalanan ke tempat selanjutnya yaitu Chinatown Complex.

Chinatown ini mengingatkanku pada Kya Kya, sebuah kawasan pecinan di daerah Kembang Jepun Surabaya. Di Chinatown Complex kita bisa berbelanja suvenir dengan harga miring, rata-rata SGD 10 per 3 biji. Mau beli keychain ato gantungan kunci? Disana banyak pilihannya. Uniknya, kantong plastik (kresek) yang diberikan pada pembeli laki-laki dan perempuan berbeda warnanya. Teman-teman laki-laki mendapat kantong plastik warna putih, sedangkan yang perempuan mendapatkan warna ungu. Aku nggak jelas juga maksudnya apa. Tapi sekali lagi, matching dengan warna baju dan celana yang saat itu kukenakan.

Last trip of the day, we enjoyed dinner in a Malay restaurant before checked-in at Value Hotel Thomson. Sebenarnya itu jam bebas, jadi kami dibebaskan pergi kemana aja kami suka. Tapi karena gerimis dan merasa capek bukan main, aku dan sebagian besar teman lebih memilih untuk tidur.


Hari kedua, 7 November 2010. Sekitar jam 7 pagi kami terlebih dahulu sarapan di hotel. Perjalanan hari kedua ini kami kembali dibagi menjadi dua grup: bus A (Universal Studios Singapore) dan bus B (shopping trip). Aku ikut rombongan di bus A yang akan menuju ke USS (Universal Studios Singapore). Setelah sarapan, kami sama-sama berangkat menuju ke tujuan masing-masing. Perjalanan menuju ke USS yang berada di Sentosa Island bikin aku deg-degan, nggak sabar untuk segera menikmati semua wahana disana. Perjalanan memakan waktu sekitar 45 menit sampai akhirnya bus yang mengantar kami tiba di area parkir Resort World Sentosa. Bersama-sama kami naik eskalator menuju USS. Wow! I finally visited this place! ^_^ Poto-poto dulu, as usual, di depan globe USS. Eh, ternyata di situ juga ada Hard Rock Cafe shop yang jual pernak-pernik asli HRC.


Kulihat di peta, USS memiliki tujuh zona dengan tema yang berbeda-beda. Begitu masuk kedalam, aku merasa berada di dunia film anak-anak, dunia fantasi yang kereeeeeenn!! Jepret sana, jepret sini, ketawa-ketiwi lihat deretan toko suvenir yang unik serta para tokoh kartun semacam Bettie Boop dan Woody Woodpecker bersliweran. It was amazing! Aku sepakat untuk jalan bersama tiga temanku, semua cewek. Jangan sampe ada yang terpisah dari rombongan. Lha iya, tempat segitu gedenya.. Tempat ini adalah zona pertama, Hollywood.

Lanjut ke zona kedua yaitu New York. Hampir mirip dengan Hollywood, disini kita juga bener-bener merasa seperti berada di Amerika Serikat. Kita bisa melihat berbagai properti seperti di film-film dan rasanya bener-bener berada disana. Tools dan shops yang ada mirip seperti aslinya. Ada juga gedung-gedung seperti yang biasa kita lihat di televisi.

Zona ketiga adalah Sci-Fi City, kota metropolis futuristik. Kayak berada di jaman robot-robot masa depan gitu. Tapi sayang, waktu itu wahana roller coaster Battlestar Galactica: HUMAN vs. CYLON masih belum dibuka untuk umum. Kami berempat cuma menikmati wahana Accelerator, semacam cangkir yang muter-muter itu, tapi dengan kecepatan tinggi.


Perjalanan kami lanjutkan menuju zona keempat, Ancient Egypt. Kesan pertamaku adalah Mesir bangeeett! Kita serasa dibawa ke jaman Mesir kuno yang ada mummi dan prasasti-prasastinya itu. Dimana-mana ada patung dewa Anubis. Kami berempat sepakat untuk masuk ke wahana Revenge of The Mummy. Awalnya kami mengira itu sejenis rumah hantu seperti yang ada di taman hiburan di Indonesia. Ternyata kami salah besar. Wahana itu adalah indoor roller coaster yang latarnya didesain seperti film The Mummy dengan big screen di depan kami dan obor-obor di kanan kiri. Kesan yang aku rasakan: gilaaa! keren abiiiissss!! Mual bukan main setelah dijungkir-balikkan di high speed roller coaster. Tau gitu aku minum obat anti mabok dulu. Hihihi.. Setelah pemanasan yang gila-gilaan, kami naik semacam jeep antik di wahana Treasure Hunter. Sebenernya ini cocok untuk ortu yang bawa anak, sedangkan kami berempat adalah para wanita dewasa yang merasa sayang untuk melewatkan tiap wahana yang ada karena sudah terlanjur bayar tiket masuk yang lumayan mahal. Hehehe..


Lanjut ke zona kelima yaitu Lost World. Disini kita bisa menikmati alam jaman prasejarah seperti di film Jurassic Park. Many dinosaurs there, I mean the replicas, completed with their roars. Kami berempat sepakat untuk mencoba wahana Jurassic Park. Sebelum masuk, kami beli jas hujan tipis transparan -kayak kantong gula- di vending machine seharga USD 2 (kalo nggak salah ingat), soalnya wahana ini berada di air. Kami berempat plus sepasang warga Singapura naik semacam sekoci kecil berbentuk bulat yang bisa dinaiki sekitar enam orang. Mengapung mengikuti arus sungai buatan, di sekeliling kami terdapat pemandangan prehistoric dengan pohon-pohon dan telur dinosaurus. Sambil bertanya-tanya dalam hati, ini kapan nyampe ke air terjunnya, tiba-tiba sekoci terhenti. Kami saling berpandangan dan...huaaaa...jatuhlah sekoci kami mengikuti aliran deras air terjun. Aku dan mbak Rizka tertawa terbahak-bahak melihat mbak Nita dan mbak Trina basah kuyup terkena air pas kami dijatuhkan tadi. Beruntung posisi jatuhku dan mbak Rizka di atas sehingga kami 'terselamatkan'. Once more, it was sooo fun! ^_^

Next, we were going to the sixth zone, Far Far Away. Ini nih negaranya Shrek. Terlihat cantiknya istana orang tua putri Viona. Serasa di negeri dongeng semacam cerita Cinderella. Kami masuk ke Shrek 4-D Adventure untuk melihat pertunjukan film animasi Shrek 4 dimensi. Masing-masing orang diberi kacamata khusus. Setelah duduk di kursi, petualangan pun dimulai. Empat jempol deh pokoknya. Kita serasa ikut berpetualang bersama Shrek, Viona dan Donkey melawan Prince Charming yang udah jadi hantu. Bisa ikut melompat-lompat waktu kereta Shrek melewati bebatuan dan akar-akar pohon besar di hutan, kena cipratan 'air ludah' Donkey pas dia bersin, ngerasain geli di kaki waktu ada laba-laba yang jatuh. Keren pol pokoknya. Setelah filmya selesai, kami menuju ke pertunjukan Donkey Live. Donkey nyanyi live bersama dua kawannya, headless man yang nabuh drum dan satu pria yang main piano. Kami kagum, gimana caranya Donkey yang kartun itu bisa ngobrol sama anak kecil yang ikut nonton bersama kami? Ckckckck...keren!

Setelah puas nonton Shrek dkk, kami kembali ke zona Lost World untuk nonton pertunjukan di WaterWorld. Pertunjukan ini berdasarkan film Waterworld. Kami berbasah-basah disana. Lha gimana, para pemain pertunjukan itu seakan nggak rela kalo penontonnya nggak ikutan basah. Mereka menyemprot penonton dengan selang besar, mengguyur pake ember, gila pokoknya, apalagi kalo ada penonton yang pakai payung...wah, nggak bakal dibiarkan kering.

Setelah baju kami agak kering, kami lanjutkan perjalanan ke zona terakhir, Madagascar. Ih, lucu-lucu deh karakter disitu. Kalo sudah pernah nonton film Madagascar, kalian pasti sudah mengenal King Julien dan para penguin. King Julien nakal banget, lempar-lempar es batu ke pengunjung. Aku dan kawan-kawan berfoto bareng para karakter lucu itu. Afterall, kami cari resto disitu. Meski mungkin kalian tahu nama dan bentuk makanan yang dijual, jangan harap rasanya sama seperti makanan Indonesia yang biasa kita makan, soalnya beneran rasanya agak aneh di lidah, mungkin karena mereka pakai bumbu yang agak beda dan nggak se'berani' orang Indonesia kalo pakai bumbu.

Waktunya balik ke hotel. Kami sempatkan belanja cindera mata sebelum keluar dari USS. Harga disitu agak mahal sih, tapi nggak apa-apa, kualitasnya juga lebih bagus kok.

Sesampainya di Value Hotel Thomson tempat kami menginap, tour guide kami meminta kami segera checked-out dan segera berangkat ke Changi. Hm...it was time to go home. Sayang cuma dua hari.. Syukur alhamdulillah, di perjalanan menuju Changi Airport hujan turun lumayan deras. Untung nggak hujan pas kami masih di USS. Saat itu sudah jam 6 sore WIB dan pesawat China Airlines kami dijadwalkan untuk lepas landas jam 9. Well...see you, Singapore! Pengen ke USS lagi suatu hari nanti. Mungkin bukan dengan teman-teman kantor atau sendirian, tapi bersama my beloved one. Aamiin.. :)

Thursday, December 22, 2011

Bunga Kertas di Hari Ibu

"Selamat hari ibu, miss Rosa," ucap seorang gadis manis, muridku di kelas 3, sambil memberikan setangkai bunga kertas berwarna pink. Aku tersenyum berterima kasih pada kedua gadis di hadapanku.

Jumat, 22 Desember 2006. Saat itu aku sedang menunggu mata pelajaran Bahasa Inggris dimulai sambil ngobrol dengan guru mereka. Aku sedang menjalani PKL mata kuliah TEFL (Teaching English as a Foreign Language), dan salah satu syarat lulus mata kuliah ini adalah PKL di SD, mengajar Bahasa Inggris selama satu bulan. Aku mengajar para murid kelas 3 SDN Dr. Sutomo VI Surabaya, sekolahku dulu.

Mendapatkan bunga di hari ibu. Ini baru pertama kali aku rasakan. Haru. Bagaimana tidak, anak-anak SD itu mau bersusah payah membeli bunga kertas yang dijual di depan sekolah mereka untuk para guru (ternyata mereka pun menganggap aku sebagai guru mereka). Bukan harga bunga itu yang kulihat, tapi ketulusan hati mereka.

Hingga saat ini bunga kertas itu masih aku simpan dengan baik. Kadang aku semprotkan parfumku agar bunga itu tetap harum. I love u, students! :*

Friday, December 16, 2011

Kania

Aku menelungkup menutup kepalaku dengan bantal. Hari ini benar-benar menyebalkan. Kenapa sih sedikit-sedikit Kania, semua tentang Kania, seakan-akan hanya Kania saja yang ada di dunia ini. Aku akui, gadis itu memang cantik dengan postur tubuhnya yang tinggi semampai dan kulit putih mulus. Dia juga seorang gadis supel yang memiliki banyak teman. Parahnya, yang kusesali adalah kenyataan bahwa kami bersahabat
Aku duduk sambil memandang foto kami yang kupajang di atas meja, teringat saat pertama kali Kania datang ke kantor. Dia baru diterima kerja sekitar enam bulan setelah aku. Asalnya dari Lumajang.
“Halo, aku Kania. Nama mbak siapa?” sapanya sambil mengulurkan tangan padaku.
“Rani,” jawabku singkat. Aku tersenyum mempersilakan dia duduk di sebelahku. “Udah pesan makan, Mbak?” tanyaku basa basi. Kania menggelengkan kepala. “Tuh, disitu bisa mesen makanan apa aja.” Aku menunjuk mbak kantin yang sedang sibuk meladeni permintaan dari teman-teman.
“Oh, iya...aku kesitu dulu, mbak Rani. Pengen makan bakso.”
Aku menatap gadis itu. Kalem sekali kelihatannya.
Seiring waktu berlalu, aku dan Kania dengan cepat menjadi teman baik. Dia banyak bercerita tentang sahabatnya di Lumajang, tentang cita-cita dan tentu saja tentang cintanya. Aku tak banyak bercerita padanya. Aku memang tidak suka menceritakan kehidupan pribadiku pada orang lain, pada sahabatku sekalipun.
“Mbak Ran, ada cowok cakep baru pindah ke kosan sebelah,” cerita Kania pada suatu siang saat kami berjalan-jalan di mall.
“Oh ya?” tanyaku tak begitu antusias. Kulanjutkan memilih-milih kemeja casual untuk kerja.
“Iya mbak, ganteng deh pokoknya. Kulitnya putih, keren, orangnya pendiam, denger-denger dia itu cuek banget sama cewek.”
Aku tertawa kecil. “Kalo cuek ngapain kamu masih pengen deketin? Nggak asik ah..”
“Yee.. Justru itu asiknya, mbak. Cowok cuek itu bikin penasaran,” kata Kania sambil tersenyum genit.
Beberapa kali Kania mengajakku ke tempat kostnya. Nampaknya dia memang ingin menunjukkan betapa keren pangeran impiannya itu. Tak apalah, pikirku. Aku memang kadang bosan dengan rutinitasku berangkat kerja, lalu pulang ke rumah, lalu menenggelamkan diri dalam tulisan-tulisan di blog-ku. Akhirnya, pada suatu hari yang dingin dan basah setelah hujan turun dengan derasnya, laki-laki itu pun muncul. Dia baru pulang kerja. Kulihat dia memasukkan motornya ke garasi. Aku dan Kania yang berada di teras sebelah kosannya seakan-akan berubah menjadi makhuk invisible. Dia dengan cueknya membuka jaket dan segera masuk ke dalam rumah, tanpa menoleh sedikitpun pada kami.
“Oo...jadi ini yang namanya Chandra?” tanyaku.
Kania mengangguk. “Udah tiga bulan dia disini, tapi aku sama sekali belum pernah bertegur sapa dengannya,” jawabnya.
“Pantesan, sombong sih dia.” Aku sebal pada orang-orang yang cuek. Mereka seakan tidak membutuhkan orang lain.
Kania tertawa. “Mbak Rani nggak suka sama mas Chandra?”
“Nggak! Ogah banget naksir orang kayak gitu,” ucapku sambil memonyongkan bibir.
Mungkin ini yang dinamakan takdir hingga membuatku sampai mengenal Chandra, laki-laki cuek itu. Aku terjebak hujan deras ditengah perjalanan pulang dari kantor menuju rumah. Sayangnya aku tidak membawa jas hujan saat itu. Aku berlari-lari kecil menuntun motorku ke emperan toko yang kebetulan tutup. Selang beberapa menit kemudian seorang laki-laki ikut berteduh bersamaku. Dahiku berkernyit mengingat-ingat siapa lelaki itu, sepertinya aku pernah bertemu dengannya. Aku tersenyum. Dia hanya menoleh kemudian menepuk-nepuk tas ranselnya yang basah.
“Dari tadi di sini?” tanya laki-laki itu tiba-tiba.
“Nggak, barusan aja,” jawabku.
“Kamu temannya cewek yang kost di samping kosanku ya?”
Oh, baru kusadari ternyata laki-laki ini adalah Chandra, si cuek yang begitu dipuja-puja Kania!
“Kok tau?” Aku balas bertanya. Heran, karena selama ini sepertinya dia tidak pernah menyapa kami. Jangankan menyapa, menoleh pun rasanya tidak pernah.
Laki-laki ini tertawa kecil. “Iya, udah beberapa kali aku lihat kamu disana.”
Hujan turun semakin deras. Tubuhku gemetar terserang hawa dingin dan air hujan yang makin membasahi pakaian yang kukenakan. Aku menggigil.
“Kenapa? Dingin ya?” Chandra melepas jaket merahnya. “Nih, pake aja,” ucapnya sambil mengulurkan jaket itu padaku.
Aku menggeleng ragu. “Nggak usah. Aku nggak apa-apa kok.”
“Udah, pake aja. Gemeteran gitu katanya nggak apa-apa.. Ntar balikinnya titipin aja ke temanmu.”
“Terima kasih,” ucapku lirih. Aku menerima jaket dari Chandra dan kupakai perlahan. Aku bingung harus berkata apa. Laki-laki itu ternyata tidak secuek yang ditunjukkannya.
“Namamu siapa?”
“Rani. Kamu Chandra kan?” Ups.. Kenapa pertanyaan ini harus meluncur dari bibirku? Aduh, bodoh!
“Yup,” jawabnya singkat.
Diam-diam kulirik lelaki di sampingku itu. Benar seperti apa yang Kania katakan, Chandra memang tampan. Kupikir dia hampir sempurna. Tiba-tiba aku berharap hujan tidak akan pernah berhenti agar aku bisa berlama-lama berada di dekat Chandra. Tanpa kami sadari, hari itu merupakan awal kedekatan kami berdua.
Kania takjub mendengar ceritaku. Dia tidak percaya bahwa makhluk cuek itu bisa bicara, maksudku bisa mengobrol denganku.
“Eh, mbak Ran, kemaren Arif habis nelpon aku,” kata Kania mengalihkan pembicaraan. Arif adalah sahabatnya yang tinggal di Lumajang.
“Ada apa?” tanyaku basa-basi.
Kania menceritakan tentang pembicaraannya dengan Arif kemarin malam. Jujur aku iri mendengar kedekatan Kania dengan sahabatnya itu. Aku jadi membandingkan persahabatanku dengan Rendy, temanku sejak kuliah. Aku dan Rendy sering ribut. Hal-hal kecil saja bisa membuat kami ribut dan tidak saling sapa selama beberapa hari. Sedangkan Kania dan Arif bisa dibilang tidak pernah bertengkar.
Ah, Kania. Aku iri padanya. Dia yang masih terhitung baru ternyata mampu mendapatkan perhatian supervisor kami. Aku memang tidak begitu dekat dengan bu Yayuk. Kupikir hubungan kami adalah hubungan profesional, itu saja. Tetapi berbeda dengan Kania. Sifat manjanya itu malah membuat hubungannya dengan Bu Yayuk semakin dekat. Seringkali aku hanya terdiam memandang mereka bercanda. Aku tersenyum menyapa beliau saat kami kebetulan berpapasan. Kupikir memang tidak ada yang membuatku lebih di mata beliau.
Rasa iriku pada Kania semakin menjadi-jadi saat dia dan mas Ardi, kekasihnya yang juga teman sekantor kami, mengajakku berjalan-jalan keliling Surabaya. Tentu saja, sebagai orang yang menumpang, aku duduk di kursi belakang mobil mas Ardi. Memandang mereka berdua bercanda dan tertawa mesra membuat hatiku terluka. Bagaimana tidak, aku pernah memimpikan hal ini tetapi kenyataan malah berpihak pada Kania. Baik, kuakui saat ini aku telah jatuh cinta pada Chandra. Aku pernah bermimpi naik mobil bersama Chandra, sedangkan Kania duduk di kursi belakang. Semua yang terjadi ini membuatku ingin menangis saja.
*****
“Mbak, aku pengen cerita,” ucap Kania pelan.
Aku tertegun memandangnya. Mata Kania berkaca-kaca. “Ada apa, Nia?” tanyaku sambil menyentuh pundaknya. Dia diam. “Sudah, habiskan dulu sotonya, ntar keburu dingin. Nanti aku main ke kosanmu ya?”
Pulang kerja aku langsung berangkat ke kosan Kania. Kuletakkan tasku di atas ranjangnya.
“Maaf, kamarku berantakan. Lagi males bersih-bersih,” ucapnya sambil merapikan barang-barang yang berserakan di lantai.
“Nggak apa-apa.” Aku tersenyum. Kuperhatikan kamar bercat pink ini. Semua pernak-pernik disusun rapi, mencerminkan sifat Kania yang perfeksionis.
“Mbak Rani, jujur ya, mbak pernah denger gosip apa tentang aku di kantor?”
Aku menggeleng. “Nggak pernah denger apa-apa, Nia. Memangnya kenapa ya?” tanyaku bingung.
“Aku nggak sengaja denger waktu Alya dan Mita lagi ngobrol di toilet. Mereka ngomongin aku, mbak. Ya ampun, jahat banget kata-kata mereka.” Mata Kania mulai berkaca-kaca. “Aku nggak tau harus gimana, mbak. Aku gini salah, gitu salah. Apa karena aku deket sama Bu Yayuk, terus dikira aku penjilat gitu ya? Padahal nggak, mbak, aku nggak punya niat seburuk itu..” lanjutnya sambil mengusap air yang mengalir di pipinya yang putih.
Aku menghela napas panjang. “Gimana ya? Biar aja teman-teman mau bilang apa, yang penting kamu nggak kayak gitu.”
“Mbak, aku baru putus sama mas Ardi.”
“Lho, kenapa?” Aku makin bingung. Tadi pagi aku bertemu mas Ardi di tempat parkir dan dia terlihat baik-baik saja.
“Banyak hal yang bikin aku mutusin ini, Mbak. Salah satunya gosip tentang hubungan kami. Udah nyebar ternyata, mbak. Padahal aku sama mas Ardi jarang terlihat bareng di kantor. Bahkan hampir nggak pernah.”
“Lha terus hubungannya apa, gosip sama putusnya kalian?”
“Aku nggak tahan denger omongan orang-orang. Mereka jelek-jelekin aku. Mbak kan tau sendiri, mas Ardi itu orang kepercayaan bos. Lagi-lagi mereka pikir aku cuma manfaatin mas Ardi untuk kepentinganku sendiri. Capek aku, mbak..”
Aku hanya bisa diam mendengar keluh-kesah Kania.
“Mbak tau nggak, selama ini aku nggak pernah cerita tentang masalah pribadiku pada teman-teman kantor? Aku nggak percaya mereka semua, kecuali mbak Rani,” lanjutnya, “Aku percaya mbak Rani nggak pernah mikir dan ngomong jelek tentang aku.”
Jlebb!! Kalimat terakhir Kania terasa menusuk jantungku. Selama ini aku merasa jengkel dan iri padanya, dan dia tidak pernah tahu hal ini. Aku pun pernah menyesali kenyataan bahwa dia adalah sahabatku.
“Mbak..” Kania menyentuh lembut pundakku. “Kok ngelamun?”
“Ah, nggak kok.” Aku paksakan bibirku tersenyum.
“Mbak Rani itu salah satu orang yang aku kagumi, lho. Mbak manis, wajah mbak sedap dipandang. Kalo aku kan menang putih aja. Kadang bikin aku iri lihat mbak Rani.” Kania tersenyum. Mendung di wajahnya sudah tidak terlihat lagi. “Mbak beruntung bisa mendapatkan perhatian mas Chandra. Oh iya, satu lagi. Kata bu Yayuk kerjaan mbak Rani bagus, rapi dan sistematis, nggak berantakan kayak kerjaan teman-teman yang lain.”
Oh Tuhan, aku merasa terbang ke langit. Antara percaya dan tidak dengan perkataan Kania. Aku memeluk gadis itu. “Makasih ya, sayangku. Maaf kalo mbak pernah jahat sama kamu,” ucapku penuh sesal. Air mata menitik di sudut mataku.
Aku baru menyadari, ternyata setiap orang memang punya kelemahan dan kelebihan masing-masing. Tak ada gunanya kita iri pada keberhasilan orang lain karena sebenarnya kita pun punya potensi yang sama, bahkan mungkin lebih. Dan satu lagi. Aku beruntung memiliki sahabat seperti Kania yang menyadarkanku akan hal ini.
*****

Kisah Sepasang Suami Isteri

Ada sepasang suami isteri, dimana sang isteri adalah wanita yang sangat amat cantik, tanpa aib sedikit pun. Suaminya sangat mencintainya, begitu juga isterinya.

Di waktu itu sedang marak tersebar penyakit kulit, yang akibatnya merusak keindahan kulit. Sang isteri merasa dirinya tertular dan wajahnya mulai hancur dimakan penyakit. Dikala itu sang suami sedang berada diluar dan belum mengetahui bahwa isterinya terserang penyakit kulit tersebut.

Dalam perjalanan pulang, sang suami mengalami kecelakaan yang membuatnya menjadi buta.

Dari hari ke hari, sang isteri yang pada mulanya seperti bidadari berubah menjadi wanita yang amat jelek dan menyeramkan, namun sang suami tak bisa melihat dan kehidupan mereka berjalan seperti biasa dengan penuh kasih sayang dan cinta seperti awal mereka menikah.

Î’erjalan 40 tahun, sang isteri meninggal dunia. Sang suami sangat amat bersedih dan merasa kehilangan. Di pemakaman, sang suami adalah orang terakhir yang keluar dari kuburan sang isteri. Ketika berjalan, datanglah seseorang menyapanya, "Pak, bapak mau kemana?"
Jawab sang suami, "Saya mau pulang."

Ðœendengar jawaban tersebut, orang tersebut bersedih dengan keadaan sang suami yang buta dan sendirian. Lalu orang tersebut berkata, "Bukankah bapak buta dan selalu bergandengan dengan isteri bapak? Gimana sekarang bapak mau pulang sendiri?"

Jawab sang suami, "Sebenarnya saya tidak buta. Selama 40 tahun saya hanya berpura-pura buta agar isteri saya tidak minder atau rendah diri kalo saya mengetahui bahwa dia sakit."

PESAN MORAL:
Τerima pasangan kamu apa adanya dengan segala kekurangan dan kelebihannya, karena kita bukan mencari orang yang sempurna tetapi bagaimana mencintai pasangan kita dengan cara yang sempurna dalam situasi dan kondisi apapun. Itulah cinta yang sempurna
 
Copas FB @Kembang Anggrek

Friday, December 2, 2011

Bangga Menjadi Ibu Rumah Tangga

Penulis: Ummu Ayyub
Muroja'ah: Ust Abu Ahmad


Hebat rasanya ketika mendengar ada seorang wanita lulusan sebuah universitas ternama telah bekerja di sebuah perusahaan bonafit dengan gaji jutaan rupiah per bulan. Belum lagi perusahaan sering menugaskan wanita tersebut terbang ke luar negeri untuk menyelesaikan urusan perusahaan. Tergambar seolah kesuksesan telah dia raih. Benar seperti itukah?

Kebanyakan orang akan beranggapan demikian. Sesuatu dikatakan sukses lebih dinilai dari segi materi sehingga jika ada sesuatu yang tidak memberi nilai materi akan dianggap remeh. Cara pandang yang demikian membuat banyak dari wanita muslimah bergeser dari fitrohnya. Berpandangan bahwa  sekarang sudah saatnya wanita tidak hanya tinggal di rumah menjadi ibu, tapi sekarang saatnya wanita ‘menunjukkan eksistensi diri’ di luar. Menggambarkan seolah-olah tinggal di rumah menjadi seorang ibu adalah hal yang rendah.

Kita bisa dapati ketika seorang ibu rumah tangga ditanya teman lama, “Sekarang kerja dimana?” rasanya terasa berat untuk menjawab, berusaha mengalihkan pembicaraan atau menjawab dengan suara lirih sambil tertunduk “Saya adalah ibu rumah tangga”. Rasanya malu! Apalagi jika teman lama yang menanyakan itu “sukses” berkarir di sebuah perusahaan besar. Atau kita bisa dapati ketika ada seorang muslimah lulusan universitas ternama dengan prestasi bagus atau bahkan berpredikat cumlaude hendak berkhidmat di rumah menjadi seorang istri dan ibu bagi anak-anak, dia harus berhadapan dengan “nasehat” dari bapak tercintanya: “Putriku! Kamu kan sudah sarjana, cumlaude lagi! Sayang kalau cuma di rumah saja ngurus suami dan anak.” Padahal, putri tercintanya hendak berkhidmat dengan sesuatu yang mulia, yaitu sesuatu yang memang menjadi tanggung jawabnya. Disana ia ingin mencari surga.

Ibu Sebagai Seorang Pendidik

Syaikh Muhammad bin Shalih al ‘Utsaimin rahimahullah mengatakan bahwa perbaikan masyarakat bisa dilakukan dengan dua cara: Pertama, perbaikan secara lahiriah, yaitu perbaikan yang berlangsung di pasar, masjid, dan berbagai urusan lahiriah lainnya. Hal ini banyak didominasi kaum lelaki, karena merekalah yang sering nampak dan keluar rumah. Kedua, perbaikan masyarakat di balik layar, yaitu perbaikan yang dilakukan di dalam rumah. Sebagian besar peran ini diserahkan pada kaum wanita sebab wanita merupakan pengurus rumah. Hal ini sebagaimana difirmankan Allah subhanahu wa ta’ala yang artinya:

“Dan hendaklah kalian tetap di rumah kalian dan janganlah kalian berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah sholat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya.
Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa kalian, hai Ahlul Bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (QS. Al-Ahzab: 33)

Pertumbuhan generasi suatu bangsa adalah pertama kali berada di buaian para ibu. Ini berarti seorang ibu telah mengambil jatah yang besar dalam pembentukan pribadi sebuah generasi. Ini adalah tugas yang besar!  Mengajari mereka kalimat Laa Ilaaha Illallah, menancapkan tauhid ke dada-dada mereka, menanamkan kecintaan pada Al Quran dan As Sunah sebagai pedoman hidup, kecintaan pada ilmu, kecintaan pada Al Haq, mengajari mereka bagaimana beribadah pada Allah yang telah menciptakan mereka,  mengajari mereka akhlak-akhlak mulia, mengajari mereka bagaimana menjadi pemberani tapi tidak sombong, mengajari mereka untuk bersyukur, mengajari bersabar, mengajari mereka arti disiplin, tanggung jawab, mengajari mereka rasa empati, menghargai orang lain, memaafkan, dan masih banyak lagi. Termasuk di dalamnya hal yang menurut banyak orang dianggap sebagai sesuatu yang kecil dan remeh, seperti mengajarkan pada anak adab ke kamar
mandi. Bukan hanya sekedar supaya anak tahu bahwa masuk kamar mandi itu dengan kaki kiri, tapi bagaimana supaya hal semacam itu bisa menjadi kebiasaan yang lekat padanya. Butuh ketelatenan dan kesabaran untuk membiasakannya.

Sebuah Tanggung Jawab

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya:

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At Tahrim: 6)

Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala yang artinya: “Peliharalah dirimu dan keluargamu!” di atas menggunakan Fi’il Amr (kata kerja perintah) yang menunjukkan bahwa hukumnya wajib. Oleh karena itu semua kaum muslimin yang mempunyai keluarga wajib menyelamatkan diri dan keluarga dari bahaya api neraka.

Tentang Surat At Tahrim ayat ke-6 ini, Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata, “Ajarkan kebaikan kepada dirimu dan keluargamu.”
(Diriwayatkan oleh Al Hakim dalam Mustadrak-nya (IV/494), dan ia mengatakan hadist ini shahih berdasarkan syarat Bukhari dan Muslim, sekalipun keduanya tidak mengeluarkannya)

Muqatil mengatakan bahwa maksud ayat tersebut adalah, setiap muslim harus mendidik diri dan keluarganya dengan cara memerintahkan mereka untuk mengerjakan kebaikan dan melarang mereka dari perbuatan maksiat.

Ibnu Qoyyim menjelaskan bahwa beberapa ulama mengatakan bahwa Allah subhanahu wa ta’ala akan meminta pertanggungjawaban setiap orang tua tentang anaknya pada hari kiamat sebelum si anak sendiri meminta pertanggungjawaban orang tuanya. Sebagaimana seorang ayah itu mempunyai hak atas anaknya, maka anak pun mempunyai hak atas ayahnya. Jika Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “
Kami wajibkan kepada manusia agar berbuat baik kepada kedua orang tuanya.” (QS. Al Ankabut: 7), maka disamping itu Allah juga berfirman, “Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang berbahan bakar manusia dan batu.” (QS. At Tahrim: 6)

Ibnu Qoyyim selanjutnya menjelaskan bahwa barang siapa yang mengabaikan pendidikan anaknya dalam hal-hal yang bermanfaat baginya, lalu ia membiarkan begitu saja, berarti telah melakukan kesalahan besar. Mayoritas penyebab kerusakan anak adalah akibat orang tua yang acuh tak acuh terhadap anak mereka, tidak mau mengajarkan kewajiban dan sunnah agama. Mereka menyia-nyiakan anak ketika masih kecil sehingga mereka tidak bisa mengambil keuntungan dari anak mereka ketika dewasa, sang anak pun tidak bisa menjadi anak yang bermanfaat bagi ayahnya.

Adapun dalil yang lain diantaranya adalah firman Allah subhanahu wa ta’ala yang artinya:

“dan berilah peringatan kepada kerabatmu yang dekat.” (QS asy Syu’ara’: 214)

Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma mengatakan bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Kaum lelaki adalah pemimpin bagi keluarganya di rumah, dia bertanggung jawab atas keluarganya. Wanita pun pemimpin yang mengurusi rumah suami dan anak-anaknya. Dia pun bertanggung jawab atas diri mereka. Budak seorang pria pun jadi pemimpin mengurusi harta tuannya, dia pun bertanggung jawab atas kepengurusannya. Kalian semua adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas kepemimpinannya.” (HR. Bukhari 2/91)

Dari keterangan di atas, nampak jelas bahwa setiap insan yang ada hubungan keluarga dan kerabat hendaknya saling bekerja sama, saling menasehati dan turut mendidik keluarga. Utamanya orang tua kepada anak, karena mereka sangat membutuhkan bimbingannya. Orang tua hendaknya memelihara fitrah anak agar tidak kena noda syirik dan dosa-dosa lainnya. Ini adalah tanggung jawab yang besar yang kita akan dimintai pertanggungjawaban tentangnya.

Siapa Menanam, Dia akan Menuai Benih

Bagaimana hati seorang ibu melihat anak-anaknya tumbuh? Ketika tabungan anak kita yang usia 5 tahun mulai menumpuk, “Mau untuk apa nak, tabungannya?” Mata rasanya haru ketika seketika anak menjawab “Mau buat beli CD murotal, Mi!” padahal anak-anak lain kebanyakan akan menjawab “Mau buat beli PS!” Atau ketika ditanya tentang cita-cita, “Adek pengen jadi ulama!” Haru! mendengar jawaban ini dari seorang anak tatkala anak-anak seusianya bermimpi “pengen jadi Superman!”

Jiwa seperti ini bagaimana membentuknya? Butuh seorang pendidik yang ulet dan telaten. Bersungguh-sungguh, dengan tekad yang kuat. Seorang yang sabar untuk setiap hari menempa dengan dibekali ilmu yang kuat. Penuh dengan tawakal dan bergantung pada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Lalu… jika seperti ini, bisakah kita begitu saja menitipkannya pada pembantu atau membiarkan anak tumbuh begitu saja?? Kita sama-sama tau lingkungan kita bagaimana (TV, media, masyarakat,…) Siapa lagi kalau bukan kita, wahai para ibu -atau calon ibu-?

Setelah kita memahami besarnya peran dan tanggung jawab seorang ibu sebagai seorang pendidik, melihat realita yang ada sekarang sepertinya keadaannya menyedihkan. Tidak semua memang, tapi banyak dari para ibu yang mereka sibuk bekerja dan tidak memperhatikan bagaimana pendidikan anak mereka. Tidak memperhatikan bagaimana aqidah mereka, apakah terkotori dengan syirik atau tidak. Bagaimana ibadah mereka, apakah sholat mereka telah benar atau tidak, atau bahkan malah tidak mengerjakannya… Bagaimana mungkin pekerjaan menancapkan tauhid di dada-dada generasi muslim bisa dibandingkan dengan gaji jutaan rupiah di perusahaan bonafit? Sungguh sangat jauh perbandingannya.

Anehnya lagi, banyak ibu-ibu yang sebenarnya tinggal di rumah namun tidak juga mereka memperhatikan pendidikan anaknya, bagaimana kepribadian anak mereka dibentuk. Penulis sempat sebentar tinggal di daerah yang sebagian besar ibu-ibu nya menetap di rumah tapi sangat acuh dengan pendidikan anak-anak mereka. Membesarkan anak seolah hanya sekedar memberinya makan.
Sedih!

Padahal anak adalah investasi bagi orang tua di dunia dan akhirat! Setiap upaya yang kita lakukan demi mendidiknya dengan ikhlas adalah suatu kebajikan. Setiap kebajikan akan mendapat balasan pahala dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tidak inginkah hari kita terisi dengannya? Atau memang yang kita inginkan adalah kesuksesan karir anak kita, meraih hidup yang berkecukupan, cukup untuk membeli rumah mewah, cukup untuk membeli mobil mentereng, cukup untuk membayar 10 pembantu, mempunyai keluarga yang bahagia, berakhir pekan di villa. Tanpa memperhatikan bagaimana aqidah, bagaimana ibadah, asal tidak bertengkar dan bisa senyum dan tertawa ria di rumah, disebutlah itu dengan bahagia.

Ketika usia senja, mata mulai rabun, tulang mulai rapuh, atau bahkan tubuh ini hanya mampu berbaring dan tak bisa bangkit dari ranjang untuk sekedar berjalan. Siapa yang mau mengurus kita kalau kita tidak pernah mendidik anak-anak kita? Bukankah mereka sedang sibuk dengan karir mereka yang dulu pernah kita banggakan, atau mungkin sedang asik dengan istri dan anak-anak mereka?

Ketika malaikat maut telah datang, ketika jasad telah dimasukkan ke kubur, ketika diri sangat membutuhkan doa padahal pada hari itu diri ini sudah tidak mampu berbuat banyak karena pintu amal telah ditutup, siapakah yang mendoakan kita kalau kita tidak pernah mengajari anak-anak kita?

Lalu…

Masihkah kita mengatakan jabatan ibu rumah tangga dengan kata ‘cuma’?
dengan tertunduk dan suara lirih karena malu?

Wallahu a’lam


#Source: BNI Forum

Tuesday, November 29, 2011

Dalam Resahku

Oh sungguh hanya gundah yang terasa
Aku tahu siapa kita
Bersabar ku menantimu disini,
tak tahu akan ujungnya.

Berteman asa, merenda kasih
Ah, hanya Tuhan yang tahu seberapa besar rasaku

*****

Terimakasih, ya Allah.. Kau kirimkan malaikat-Mu padaku. Meski kadang kurasa tak seindah yg pernah kubayangkan, tetap ku bersyukur pada-Mu, karena dia ada di hidupku.
An angel appears in human shape. I love him so much, ya Rabb.. Izinkan aku mendampinginya, selamanya. Aamiin..

Tuesday, November 22, 2011

My Sweet Seventeen

 Ulang tahun paling mengesankan bagiku adalah saat aku memasuki usia tujuh belas tahun. Waktu itu aku duduk di kelas 3 SMA. Aku masih ingat, beberapa hari sebelumnya teman-temanku bilang bahwa mereka ingin merayakan ulang tahunku dengan acara makan-makan. Aku menyanggupi permintaan mereka. Karena itu sehari sebelumnya aku meminta tolong pada Bu Ninik, guru mata pelajaran Bahasa Jepang untuk membantuku. Kami berencana membuat masakan Jepang. Kebetulan Bu Ninik pandai memasak.
Aku tidak ingin membuat teman-temanku kecewa, juga tidak ingin merepotkan kedua orang tuaku. Aku sudah mengumpulkan uang sakuku sejak beberapa minggu sebelumnya, jadi pada saat hari H kami bisa berbelanja untuk acara masak-memasak di rumah Bu Ninik tanpa meminta uang tambahan pada siapapun.
Tak disangka, tepat pada hari ulang tahunku, uang yang aku perkirakan cukup ternyata masih kurang untuk membeli bahan-bahan masakan. Aku panik setengah mati. Aku meminta tolong salah satu sahabatku untuk patungan uang dengan teman-teman yang ingin ikut. Sebenarnya aku malu karena aku tak ingin merepotkan mereka. Tapi bagaimana lagi, aku juga sudah terlanjur meminta tolong pada Bu Ninik, jadi tidak mungkin begitu saja acaranya aku batalkan.
Aku beserta dua teman sekelasku naik ke mobil Bu Ninik sepulang dari sekolah. Kami berangkat ke sebuah supermarket di kawasan Basuki Rahmat Surabaya. Di tengah perjalanan Bu Ninik bertanya padaku ini ulang tahun yang keberapa. Aku menjawab, tujuh belas. Beliau kaget. Biasanya siswa kelas 3 SMA sudah berumur delapan belas tahun. Lalu kami membahas tentang masakan apa yang nanti akan kami buat. Pilihannya jatuh pada sukiyaki, masakan khas Jepang bercitarasa manis.
Aku dan kedua temanku membantu Bu Ninik memilih bahan apa saja yang akan dibeli. Kami bertiga saling berpandangan saat melihat daftar harga yang dipajang di tiap rak. Maklum, kami bertiga berasal dari kalangan biasa yang juga terbiasa berbelanja di pasar tradisional. Yah, harga berkaitan dengan kualitas, pikirku.
Selesai. Aku melihat total harga di counter kasir lalu memandang wajah kedua temanku. “Kurang,” bisikku cemas.
“Kenapa, mbak Rosa?” tanya Bu Ninik.
“Nggak, Bu,” jawabku sambil meringis menahan rasa cemas. Aku memberikan semua uang yang kumiliki kepada beliau. Itu saja sudah ditambah uang hasil patungan dengan teman-teman, rupanya masih kurang.
Bu Ninik mengambil uang Rp. 200.000,00 dari dalam dompetnya. Beliau berbaik hati membayar kekurangan uang kami. Aku merasa lega sekaligus malu. Aku merasa berhutang pada beliau.
Setelah itu kami langsung melaju menuju rumah Bu Ninik. Rumah beliau lumayan luas dan sejuk. Ada ibu Bu Ninik juga disitu. Kami bertiga bergegas membantu memasak sebelum teman-teman yang lain datang. Setelah sekitar satu setengah jam kami menyibukkan diri di dapur, akhirnya semua selesai. Lega rasanya.
Teman-teman mulai berdatangan. Mereka menyanyikan lagu Selamat Ulang Tahun untukku. Aku malu sekaligus terharu. Baru kali ini setelah aku dewasa ulang tahunku dirayakan bersama teman-teman. Baru kali ini pula aku dan teman-teman mencicipi masakan Jepang. Sukiyaki yang tak terlupakan.
Setelah puas bercengkrama sambil menikmati masakan buatan Bu Ninik yang menurutku sangat manis –karena memang rasa asli sukiyaki adalah manis- kami pun pamit pulang.
Bu Ninik memanggilku. “Mbak Rosa, ini sukiyakinya masih ada. Nanti dibawa pulang ya?” kata beliau ambil memasukkan sukiyaki ke dalam rantang.
Bu Ninik ini baik sekali. Sudah mau direpoti, ikut menambah uang yang kurang, malah sekarang memberikan hasil masakannya untuk kubawa pulang. “Terima kasih banyak, Bu.” Hanya itu yang bisa aku katakan. Betapa luar biasanya guruku satu ini.
Seorang teman mengantarku pulang naik motor. Sepanjang perjalanan aku tersenyum, teringat ekspresi wajah teman-teman tadi. Kalau tidak ada Bu Ninik, mungkin ceritanya akan lain. Tak akan semengesankan ini.
Ibuku senang sekali saat aku memberikan rantang berisi hasil masakan Bu Ninik pada beliau. Baru kali ini keluargaku mencicipi masakan Jepang. “Kok repot-repot gini?” tanya ibuku saat aku menceritakan semua yang terjadi. Beliau pun merasa berhutang pada Bu Ninik.
Keesokan harinya ternyata ibuku mengisi rantang Bu Ninik dengan kue lapis legit. Sebagai balasan atas kebaikan Bu Ninik, kata beliau. Aku dengan senang hati membawa rantang itu ke sekolah dan memberikannya pada beliau.
My sweet seventeen, ulang tahun tak terlupakan sepanjang hidupku, seperti halnya Bu Ninik dan sukiyaki buatan beliau.

Monday, November 14, 2011

Kau Cantik Hari Ini


Aku menoleh mendengar suara seseorang memanggilku. Saat itu kakiku baru saja menginjak anak tangga paling atas.

“Apa?” sahutku enggan. Kulihat Rahmat tersenyum di bawah. 
“Pinjem uang, Don. Buat sarapan.”

Aku menuruni anak tangga perlahan. Temanku satu ini memang terbiasa begini. Kami sudah enam tahun berkawan baik. Dan aku hafal, pasti nanti sore uangku akan dikembalikannya. Sambil berjalan aku menoleh ke arah kiri bawah tangga. Kulihat raut wajah manis Sita sedang menghadap ke kaca mobil. Gadis berjilbab oranye itu spontan menatapku. Aku tersenyum sedangkan dia tampak melirik malu-malu. 

Setelah urusanku dengan Rahmat selesai, aku kembali menaiki tangga menuju ruanganku. Entah mengapa, tiba-tiba aku teringat pada Sita. Gadis itu sudah mencuri hatiku sejak awal kedatangannya di kantor tiga bulan yang lalu. Baru dua minggu ini aku mulai akrab dengannya. Hari ini dia terlihat sangat menawan. Tanpa sadar aku mulai bersenandung.

Kau cantik hari ini,
dan aku suka
Kau lain sekali,
dan aku suka

Ah, lagu ini. Aku membuka akun facebook dan kutuliskan lirik lagu Lobow ini di statusku. Aku berharap Sita membacanya. Aku tahu dia setiap hari online menggunakan handphone. Sebenarnya aku bukan tipe orang yang suka membagikan perasaanku pada orang lain, tapi kali ini terasa berbeda.

“Cie..ciee.. Ada yang habis ketemu cewek cakep nih?” goda Erin, temanku satu unit.
“Apa sih?” tanyaku pura-pura tidak mengerti.
“Halah.. Itu lho, statusmu, Mas Don. Ah, pake pura-pura lagi..” jawabnya sambil tertawa.

Aku tersenyum mendengar komentar teman-teman seunitku. Biarlah, hanya aku yang tahu. Uhm..sebenarnya aku juga ingin Sita tahu. Kuraih Blackberry-ku. Tumben-tumbenan aku rajin buka facebook. Alasanku cuma satu: ingin tahu reaksi Sita. Kuletakkan lagi Blackberry hitam kesayanganku ini. Kecewa rasanya saat aku baca banyak komentar yang masuk, tapi tak ada satupun komentar dari gadis manis itu.

Aku sedang serius mengerjakan laporan saat tiba-tiba Sita datang dan melewati mejaku. Nampaknya dia ada perlu dengan salah satu teman seruanganku. Aku bersenandung lagi dengan suara agak keras agar dia mendengar. Dan yang aku lihat adalah tawa kecil Sita saat kembali melewatiku. Dia menggodaku, “Wah, tumben nyanyi, Mas Doni? Lagi seneng ya?”

Waktunya pulang. Aku bergegas menuruni tangga menuju ke arah parkiran. Sayup-sayup kudengar dua suara yang sangat kukenal.
“Mas Rahmat, tuh temenmu dari tadi nyanyi lagunya Lobow mulu. Ini tadi aku habis ketemu dia.”
“Masa sih, dek? Ooo..mungkin lagunya itu buat kamu.”
Aku tersenyum. Ternyata dia membaca statusku tadi pagi. Ah Sita, semoga kau mengerti.


*A very short...short story :D
Inspired by "the one". Matur tengkyu buat sahabatku Sita yang ngijinin namanya aku catut. Hehee.. Good luck with your next love story, sist :)

Monday, November 7, 2011

Komunitas Bikers 46 Kediri (Traveling is a Pleasure)

Dimulai saat teman-teman kantor main ke rumah Pak Oni BQA di Bojonegoro, sejak saat itulah aku memulai petualanganku sebagai "anggota tidak resmi" Bikers 46 Kediri. And you know? It's soooo fun! ^^

Awalnya, waktu ke Bojonegoro naik mobil salah satu temen yang ngajak anaknya yang masih kecil. Aku ikut jagain si Luna yang imut itu. Berpetualang selama hampir seharian di sana, muter-muter di hawa yang panas menyengat rupanya malah menjadi pengalaman asyik bagiku. Ngadem di rumah Pak Oni, lanjut ke BNI Bojonegoro untuk liat pertandingan bulu tangkis antara cabang Kediri dengan Bojonegoro, trus jalan-jalan ke daerah yang aku nggak tau namanya. Letaknya di perbatasan Bojonegoro-Cepu. Kami berhenti untuk berfoto di dekat cerobong-cerobong tinggi yang mengeluarkan api alam. Fiuhh...bisa dibayangkan, betapa panasnya tempat itu.

Subhanallah, meski sepanas itu tapi yang aku liat tumbuh-tumbuhannya masih hijau, seger nggak kepengaruh panasnya api. Mungkin karena udah beradaptasi ya..? Setelah berpanas-panas ria, kami balik ke rumah Pak Oni sebentar, kemudian beliau mengajak kami ke sebuah restaurant di kolam pemancingan. Makan ikan sepuasnya! Hihihi...alhamdulillaah.. :))

Petualangan kedua adalah Pantai Prigi di daerah Trenggalek. Masih setia naik mobil. Hahaha.. Meski judulnya Touring with Bikers, aku dan temen-temen cewek selalu dapat kendaraan istimewa. Yup, kami naik VW. Waktu temen-temen berhenti sebentar untuk menunggu anggota rombongan yang masih tertinggal, aku yang sebenernya pengen banget naik motor sejak berangkat dari kantor, nggak menyia-nyiakan kesempatan itu. Turun dari mobil trus numpang ke salah satu motor temen. Ternyata menyenangkan rasanya naik motor di jalanan berkelok-kelok. Sesampai di pantai berpasir putih itu, kami langsung menikmati bekal. Yang nggak mungkin terlewatkan adalah naik perahu dan berfoto :D


 Jogja adalah petualangan berikutnya. Berawal dari rayuan maut teman-teman Bikers 46 yang pengen banget touring kesana, akhirnya aku ikut dan menjadi the only beautiful person. Well...agaknya ini yang dinamakan "terpaksa, membawa berkah". Hehehe.. Berangkat dari kantor bersepuluh, dan aku satu-satunya perempuan dalam rombongan. Nggak ada rasa takut sama sekali karena aku yakin teman-temanku pada baik-baik semua :)


Tiga hari kami disana, terhitung sejak berangkat dari Kediri hari Jumat pagi dan pulang dari Jogja hari Minggu pagi. Malioboro, Alun-Alun Jogja, Kaliurang, Tamansari, dan pulangnya lewat Cemoro Sewu (Tawangmangu). Pengen banget mampir ke salah satu ikon Jawa Tengah, yaitu Candi Prambanan/Borobudur, tapi sayang nggak keturutan karena waktu dan cuaca yang nggak memungkinkan :(
 
 Oh ya, waktu di Kaliurang ada yang seru. Waktu hampir sampai di puncak, tiba-tiba hujan turun dengan derasnya. Kami berteduh di sebuah warung kopi. Ketua tim kami mengusulkan untuk mengitari area Kaliurang dengan naik kereta kelinci. Hahaha.. Jadi silakan dibayangkan, para pria berbadan besar dan satu gadis imut naik kereta kelinci :D

Yang ga kalah seru adalah pada saat pulang. Kami melewati jalanan Cemoro Sewu. Aku nggak membayangkan bakal berada dalam kabut tebel di puncak gunung. Brrr...dingin banget!

Next trip 2 months later: Air Terjun Dolo yang terletak di daerah Besuki, Kabupaten Kediri. Kali ini Bikers 46 Kediri gabung dengan 46BC Chapter Unair Surabaya. Pemandangan yang subhanallah indahnya disertai dinginnya hawa pegunungan. Sesampainya di sana, aku dan teman-teman langsung turun menuju air terjun. Saranku, sebelum turun, silakan melakukan pemanasan dulu. Masya Allah...tangganya serasa nggak habis-habis. Lututku rasanya gemetaran banget pas nyampe di bawah. Air terjunnya waktu itu kurang begitu bagus karena masih musim kemarau, jadi airnya nggak seberapa banyak. Habis makan mie instant plus minum susu hangat, tentunya setelah berfoto-foto ria, kami balik ke atas. Oh God...rasanya pengen ngesot aja, kaki ini nggak kuat lagi untuk naik. Jalan 9-10 langkah, berhentinya 5 menit. Kapan nyampenyaaa?? Sesampainya di atas, kepalaku mendadak pusing. Sepertinya tekanan darahku turun.


Nggak kapok dengan pengalaman di Dolo, waktu Bikers 46 ngadain touring ke Blitar, aku pun tetap menjadi pengikut setia. Jalan-jalan kali ini kami mulai ke Candi Penataran. Ketua tim hanya memberikan waktu selama 45 menit untuk berfoto dan berjalan-jalan menikmati peninggalan sejarah jaman kerajaan Kadiri. Setelah itu kami langsung menuju ke Pantai Tambakrejo yang terletak di pesisir selatan Blitar. Waktu itu ombaknya agak besar, jadi nggak ada yang berani berenang. Berjam-jam kami di sana. Memandang deburan ombak yang memukul bebatuan dan perlahan merayap membasahi pasir berwarna putih kecoklatan, menikmati santap siang berupa ikan bakar yang yummy, serta berbelanja ikan segar untuk dibawa pulang.

Seusai sholat dhuhur, kami lanjutkan perjalanan ke Goa Embultuk. Baru kali ini aku mendengar namanya. Goa yang unik. Untuk masuk ke dalam goa, para pengunjung harus rela berbasah-basah. How come? Masuknya aja lewat sungai kecil. Aku nggak ikut soalnya nggak bawa pakaian ganti. Setelah satu jam aku menunggu teman-teman dan barang-barang mereka di atas, akhirnya mereka muncul. Luar biasa, kluncum kabeh! Hahahaha.. Untung aku nggak ikut. Mereka bilang, stalaktitnya nggak begitu keliatan karena waktu itu airnya sedang pasang.



Hmm...baru lima kota yang aku jelajahi, sejak gabung di BNI Kediri. Rencananya teman-teman mau touring ke Bromo ato ke Pacitan.  
Ok guys, ready to go?? ^_^